RSS

Seks Bebas dalam Cermin Budaya Jawa: Pandangan Kearifan Lokal
terhadap Perilaku Free Sex
Moh. Roqib
*)

*) Penulis adalah Magister Agama (M.Ag.), dosen tetap Jurusan Pendidikan (Tarbiyah) STAIN
Purwokerto.

Abstract: Local wisdom represents the local knowledge based on local cultural values. Local wisdom can
be perceived through people’s everyday life because the end of sedimentation from local wisdom is
tradition. Local wisdom can become potential energy to develop their environment to become civilized.
Local wisdom is a result from common response with environment condition around them. Keywords:
local wisdom, culture, environment, response.
Pendahuluan
Perbincangan tentang free sex akhir-akhir ini mendapatkan perhatian yang amat tinggi. Di media
elktronik seakan dapat disaksikan pada setiap program infotainment dan dialog-dialog yang
ditayangkan oleh stasiun TV. Media cetak juga tidak ketinggalan mengekspos besar-besaran di seputar
kehidupan seksual umat manusia ini. Dua peristiwa yang melatarbelakangi terhadap pemberitaan ini
adalah dua hal yang berbeda, tetapi memiliki dampak yang luar biasa.
Pertama, video mesum Yahya Zaeni (YZ) dengan Maria Eva (ME). Gegap gempita pemberitaan
kasus ini dapat ditemukan dalam Kedaulatan Rakyat. Pada halaman depan ditulis analisis “Dua Sisi
Yahya Zaini”1
dan pada halaman belakang (24) diberitakan “Maria Eva Hibur Korban Lapindo” dan
menghadiri reuni SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo.
2
Yahya Zaini mendapat sorotan tajam di antaranya
karena dia memiliki background sebagai anggota DPR dari fraksi Partai Golkar, mantan aktivis PB HMI,
dan koordinator bidang keruhanian Partai Golkar. Sementara itu, Maria Eva yang alumni SMA
Muhammadiyah 2 Sidoarjo ini sebagai penyanyi dangdut yang berarti sebagai public figure. Kedua,
berita poligami K.H. Abdullah Gimnastiar atau lebih dikenal dengan Aa’ Gym. Pemberitaan terhadap
Aa’ Gym di antaranya adalah karena ia seorang mubaligh yang sedang berada di atas puncak
popularitas. Sebagai pengasuh Pesantren Daruttauhid Bandung, ia memiliki jaringan radio yang sangat
luas di berbagai daerah dan TV Manajemen Qolbu yang sering diajarkan kepada umat, saat ia poligami
menuntutnya untuk melaksanakannya lebih disiplin.
Meskipun dua kasus ini berbeda, tetapi ada benang merahnya, yaitu seks. Yang pertama terkait
dengan eksploitasi seks di luar akad pernikahan dan kemudian diekspos ke luar, sedangkan yang kedua
adalah tentang penyaluran libido seksual yang diikat dalam pernikahan kedua atau poligami. Yang
pertama masyarakat seakan sudah ada konsensus bahwa eksploitasi seks tersebut bertentangan dengan
agama dan norma budaya bangsa, meskipun hal tersebut diakui wajar dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan dewasa, karenanya YZ dan ME tetap bisa diterima oleh masyarakat meskipun hukuman

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 2 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
sosial dirasakan amat berat. Kasus kedua merupakan ajaran agama yang debatable, diakui sekaligus
digugat bahkan ada yang mengharamkan. Realitasnya, poligami secara hukum dan perundang-
undangan tetap halal, tidak dilarang oleh undang-undang, dan hanya dibatasi agar tidak terjadi
penyalahgunaan, seperti dijadikan alat pemuasan nafsu seksual pelakunya. Meskipun demikian, Aa’
Gym telah menerima perlakuan sosial yang luar biasa keras,
3
seperti cemoohan dan perlakuan lain
yang dapat mengurangi kenyamanan hidupnya.
Tulisan ini hendak mengkaji tentang kearifan lokal Jawa terkait dengan kehidupan seks. Tulisan
ini tidak membahas tentang halal-haram video mesum, dan tidak mengkaji tentang kontraversi di
seputar poligami. Kajian difokuskan pada seksualitas masyarakat Jawa.
Binalitas Politik
Godaan hidup bagi orang, menurut orang Jawa adalah harta, wanita, dan tahta. Harta menjadi
godaan hidup dalam arti kurang atau berlebih menyangkut kesejahteraan ekonomi. Orang dalam
kemiskinan rentan terjerumus dalam kekafiran. Orang yang dilanda miskin-papa akan mudah digoda
oleh lingkungan sosialnya untuk menggadaikan kehormatannya. Kemiskinan bisa membuat orang
tidak menggunakan nalar sehatnya sehingga ia tergoda untuk mencuri, menjual harga diri dengan
melacur seksual (PSK), dan melacur politik sebagai broker dan pecundang politik dengan korupsi dan
menjual keadilan
Kesejahteraan berlebih berarti kekayaan yang melimpah. Kekayaan juga akan mampu menggoda
seseorang untuk berperilaku aneh seperti berfoya-foya, berlebih-lebihan (isyraf dan tabdzir),
berperilaku aniaya terhadap yang miskin, ingin meraih kekuasaan lewat uang dan kekayaan yang
dimiliki, maka terjadilah “money politics”, dan berperilaku seksual menyimpang atau minus moral
dengan mempermainkan lain jenis sebagai pemuas nafsu.
Wanita sebagai penggoda maksudnya adalah libido suksual yang menggelora yang disimbolkan
dengan kata wanita. Cinta buta menempatkan nafsu seksual menjadi dominan dan mempengaruhi alur
pikir dan kebijakan yang diambil. Nafsu seksual jika telah menjadi orientasi hidup, maka individu
tersebut membuat semua keputusan dalam hidupnya merupakan transaksi untuk kepentingan
kepuasan diri. Harta dan kekuasaan yang semestinya menjadi media untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan dan komunitas sosialnya sebaliknya digunakan untuk mendapatkan kepuasan seks kepada
siapapun yang diminatinya.
Tahta menggoda seseorang untuk berperilaku lalim terhadap rakyatnya. Idealnya, harta atau
kemampuan ekonomi, wanita, atau nafsu-syahwat (yang mampu membuat manusia survive di bumi),
dan tahta atau kekuasaan politik dijadikan sebagai media untuk pengabdian kepada Tuhan dan sesama.
Untuk itu, setiap individu yang mampu eling lan waspada, ingat dan waspada terhadap godaan dan
mampu mengaturnya akan menjadi potensi untuk kebaikan hidupnya.


Dalam konteks politik yang terjadi akhir-akhir ini, menurut Boni Hargens4
sebagai binalitas
politik karena politik tidak hanya rakus uang (harta) dan kekuasaan (tahta) atau banality of politics,
tetapi juga haus seks (binality of politics). Ciri banal dan binal dalam politik kita sangat memalukan
dan telah menisbikan prinsip moralitas dalam politik yang menunjukkan defisit moral pribadi para
pejabat publik dan defisit moral politik secara general. Permainan uang, janji-janji jabatan, dan
pelayanan seks dalam berpolitik menunjukkan indikator dekadensi moral yang amat memprihatinkan.
Seks dalam Masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa memandang perempuan sebagai makhluk indah yang dengan kecantikannya
menunjukkan sisi keserasian dan keindahan. Menurut falsafah Jawa, perempuan adalah bumi yang
subur, yang siap menumbuhkan tanaman. Perempuan adalah bunga yang indah, menebarkan bau
harum mewangi dan membuat senang siapa saja yang melihatnya. Wanita ideal dalam budaya Jawa
digambarkan panyandra. Panyandra merupakan lukisan keindahan, kecantikan, dan kehalusan melalui
ibarat.
5

Membincang seksualitas perempuan Jawa dimulai dari hubungan-hubungan sosial pada masa
remaja dalam sistem sosial Jawa yang erat sangkut-pautnya dengan proses tercapainya tingkat
kedewasaan biologis. Masalah seks tidak pernah dibicarakan secara terbuka dalam keluarga dan
masyarakat Jawa umumnya, meskipun dalam percakapan banyak lelucon mengenai seks. Bahkan,
seorang kiai juga sering bercerita tentang seks kepada santri dan umatnya. Pembicaraan dan
pengetahuan tentang seks mengalir di antara teman akrab, kawan seprofesi, atau kawan bermain, dan
ada juga yang mendapatkan dari wanita-wanita tunasusila di warung-warung pinggir jalan.
Oleh karena ada rasa tabu dalam pembicaraan seks, orang Jawa memiliki simbol lingga yoni.
Lingga melambangkan falus atau penis, alat kelamin laki-laki. Yoni melambangkan vagina, alat
kelamin perempuan. Simbol-simbol ini sudah lama dipakai oleh masyarakat nusantara sebagai
penghalusan atau pasemon dari hal yang dianggap jorok. Simbol lain seperti lesung alu, munthuk
cobek, dan sebagainya juga bermakna sejenis. Pelukisan seksual dalam khazanah filsafat Jawa dikenal
dengan isbat curiga manjing warangka yang arti lugasnya adalah keris masuk ke dalam sarungnya.
6

Dalam melambangkan proses pembuahan ini Hariwijaya mengungkapkannya sebagai berikut.
Manusia dalam kosmologi Jawa berasal dari tirtasinduretna yang keluar saat pertemuan antara
lingga yoni, kemudian berkembang menjadi janin dan dikandung dalam gua garba. Tirta
sinduretna merupakan lambang dari air mani atau sperma laki-laki. Gua garba merupakan
melambangkan untuk menghaluskan fungsi rahim seorang wanita. Proses magis spiritual ini
disimbolkan dalam kalimat alegoris bothok bantheng winungkus godhong asem kabitingan
alubengkong. Secara harfiah, kalimat tersebut berarti sejenis sambal yang dibungkus daun asam
yang diberi lidi alu bengkong. Bothok bantheng bermakna sperma; godhong asem bermakna
kemaluan wanita; alu bengkong sebagai simbol alat kelamin pria. Dengan demikian, makna
adalah bahwa asal-usul manusia berasal dari sperma yang membubuhi sel telur dari rahim wanita
yang terjadi dalam proses persenggamaan. Dalam pandangan yang lain istilah dalam bathok

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 4 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
bantheng adalah simbol keberadaan zat, hidup manusia; godhong asem sebagai simbol sifat
manusia; alu bengkong melambangkan tingkah-laku. Maknanya, hidup manusia selalu
terbungkus oleh sifat dan perilakunya.
7

Hubungan seksual dalam pandangan Jawa merupakan sesuatu yang luhur, sakral, dan memiliki
fungsi untuk menjaga keharmonisan dan kelangsungan hidup manusia. Keharmonisan akan beraroma
kenikmatan tinggi jika menggunakan seluruh tubuh untuk mencari dan mengekspresikan kepuasan
satu sama lain. Hubungan seksual demikian adalah seks yang sesungguhnya dan memberi arti yang
sangat dalam.
8

Seks memberikan nilai keharmonisan hidup. Pemenuhan seksual (sexual fulfilment) adalah suatu
hal ketika keduanya mencapai suatu momen yang memabukkan (ecstasy). Michael Reiss & J. Mark
Halstead, dalam Sex Education menggambarkannya sebagai berikut.
Saya hanya bisa seperti apa bagi seorang pria, namun saya ya….. ketika saya dapat mencapai satu
macam ikatan, ketika Anda sedang bersetubuh dan ……..Anda mendekati jiwa pasangan orang
lain yang Anda tidak bisa dapatkan di kesempatan lain …. Ketika Anda lihat ke dalam mata
pasangan, Anda seperti bisa melihat ke dalam jiwa mereka dan itu adalah ikatan— saya rasa,
vagina saya menjadi jiwa saya juga… dan ketika kita berhubungan itu, seperti menggabungkan
dua jiwa, dan itulah bentuk ikatan, lalu sensasi suatu rasa bahwa Anda telah menciptakan
kepuasan seksual.
9

Hubungan seksual jika didasari oleh rasa cinta merupakan pemenuhan spiritual. Hal ini
barangkali akan lebih mudah dipahami dalam konteks keagamaan. Dalam ajaran Islam, hasrat jiwa
untuk menjadi satu dengan Tuhan biasanya diekspresikan secara simbolik dengan terma cinta manusia
dan hasrat seksual.
10
Dalam tasawuf, seks orgasme merupakan jalan menyatukan diri hamba dengan
Tuhannya. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki hak-hak untuk
dapat menikmati hubungan seks yang mereka lakukan.
11

Menurut kitab-kitab Jawa klasik, dalam hubungan seksual itu, unsur laki-laki adalah upaya atau
alat untuk mencapai kebenaran yang agung, sedangkan unsur wanita merupakan prajna atau
kemahiran yang membebaskan. Dipahami bahwa persenggamaan adalah darma suami terhadap istri,
dan sebaliknya merupakan kewajiban suami terhadap istrinya. Asmaragama ini ditunjukan kepada
suami-istri atau sebuah pasangan tetap. Latihan untuk memahami teori seksual ini diperlukan
kesungguhan, keajegan, ketenangan batin, dan sakralitas karena seks merupakan ritual sakral yang
hanya boleh dilakukan oleh mereka yang telah mengikatkan diri dengan janji suci perkawinan.
12

Liberalitas Seksual dalam Masyarakat Jawa
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan Jawa berakar di Kraton dan berkembang di Yogyakarta
dan Solo. Dalam konteks liberalitas seksual, ada hasil penelitian yang menyoroti tentang virginitas yang
terasa sangat mengguncang kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kota budaya. Dalam
penelitian tersebut ditemukan bahwa 97.05% mahasiswa di Yogyakarta telah kehilangan

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 5 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
keperawanannya. Nyaris 100% atau secara matematis bisa disepadankan dengan 10 gadis dari 11
gadis sudah tidak perawan yang diakibatkan oleh hubungan seksual. Bukan karena kecelakaan yang
memicu robeknya selaput dara vagina.
13
Sebuah kebebasan yang dampaknya membuat semua orang
berperadaban merinding tentang akibatnya. Terkait dengan budaya Jawa, apakah free sex tersebut
memiliki akar budayanya karena Yogyakarta merupakan standar dan acuan budaya Jawa.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis sampaikan data yang diambil dari dokumen sastra,
yaitu novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Pengambilan data dari buku fiksi dengan alasan; pertama,
bahwa karya sastra merupakan fakta yang difiksikan. Realitas adalah produk dan konstruksi manusia.
Pada tingkat paling ketat kita hanya dapat mengatakan bahwa fakta itu ada, yakni kenyataan,
peristiwa, dan pengalaman yang kompleks, multifaset, senantiasa mengalir, tidak pernah habis
terumuskan oleh khazanah pola ungkap manusia (kata, nada, gerak, rupa, dan sebagainya). Oleh
karena itu, apa-nya pengalaman atau fakta itu selalu bisa diartikulasikan dengan banyak cara, banyak
fiksi, banyak ilusi (sains, seni, ilmu-ilmu tradisional, wacana politik, agama, dan seterusnya).
14
Kedua,
pada konperensi Sastra Asia Tenggara ke-3 di Singapura pada tahun 1987 memunculkan
perbincangan hangat, mengejutkan, dan mendapatkan tanggapan luas terkait dengan kesimpulan
makalah, Mohammad Ridho ‘Eisy, peserta dari Indonesia, seorang pengamat sastra yang bermata tajam
dan tinggal di Bandung yang dalam makalahnya ia mengupas novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk
(Ronggeng Dukuh Paruk: Catatan Buat Emak; Lintang Kemukus Dini Hari; dan Jantera Bianglala),
15

yang menyatakan bahwa novel trilogi karya Ahmad Tohari tersebut merupakan sebuah novel yang
mengandung dakwah Islam.
16
Ketiga, menurut pengakuan penulisnya bahwa data sejarah dan budaya
yang ada dalam trilogi RDP merupakan fakta riil dan pernah terjadi, hanya saja sebagian dari budaya
yang ada itu sudah tidak bisa ditemukan lagi.
17

Keperawanan dan seks bagi masyarakat yang “berperadaban rendah” di Jawa sebagaimana
tergambar dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk menjadi sangat terbuka dan bebas. Free sex yang
terjadi saat ini ada alur historisnya dalam budaya sebagian masyarakat Jawa yang belum mengenal
agama (Islam) dengan baik dan pendidikan yang tidak memadai. Di antara persepsi tentang
keperawanan dan seks yang terbuka bebas tersebut adalah sebagai berikut.
1. Free sex merupakan sesuatu yang dalam kondisi tertentu dianggap wajar oleh sebagian
masyarakat Jawa, meskipun hanya ditujukan pada perempuan tertentu.
Ketika menonton Srintil menari aku pernah mendengar percakapan perempuan-perermpuan
yang berdiri di tepi arena. Percakapan mereka akan jatuh pertama pada lelaki yang memberinya
uang paling banyak. “Dalam hal ini suamiku tak bakal dikalahkan”. “Tapi suamimu sudah pikun.
Baru satu babak menari pinggangnya sudah kena encok”. “Aku yang lebih tahu tenaga suamiku,
tahu?” “Tetapi jangan sombong dulu, aku bisa menjual kambing agar suamiku mempunyai cukup
uang. Aku tetap yakin, suamiku akan menjadi lelaki yang pertama mencium Srintil”. “Tunggulah
sampai saatnya tiba. Suami siapa yang bakal menang. Suamiku atau suamimu”. Demikian.
Seorang ronggeng di lingkungan pentas tidak akan menjadi bahan percemburuan bagi
perempuan Dukuh Paruk. Malah sebaliknya. Makin lama seorang suami bertayub dengan

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 6 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
Ronggeng, makin bangga pula istrinya. Perempuan semacam itu puas karena diketahui umum
bahwa suaminya seorang lelaki jantan, baik dalam arti uangnya maupun birahinya (RDP-CBE,
hal. 38-39).
Dalam kenyataan riil, para istri saat ini juga permisif terhadap perilaku seksual suaminya yang
bertentangan dengan agama. Mereka membiarkannya selama tidak menceraikannya dan tidak
menikahi perempuan lain. “Silahkan berzina asal tetap kembali pulang sebagai suamiku”, demikian
sikap permisif para istri. Di sisi lain, mereka akan memberontak jika suaminya beristri lagi secara sah
(poligami).
2. Keperawanan bagi perempuan tertentu merupakan hal suci yang hanya bisa dipersembahkan
pada suami, tetapi bagi orang tertentu seperti ronggeng atau semacamnya keperawanan menjadi alat
mewisuda status atau profesi sebagai ronggeng, artis, atau bintang film. Kondisi tersebut diterima
bukan hanya oleh laki-laki yang berkeinginan untuk menikmati keperawanan, tetapi juga menjadi alat
bagi perempuan untuk menggapai kesenangan hidup glamour. Keperawanan bagi ronggeng dianggap
milik umum yang bisa dipersembahkan pada saat bukak-klambu, maka acara seperti ini dipentaskan
secara terbuka.
Bukak-klambu adalah semacam sayembara, terbuka bagi laki-laki manapun. Yang
disayembarakan adalah keperawanan calon ronggeng. Laki-laki yang dapat menyerahkan
sejumlah uang yang ditentukan oleh dukun ronggeng berhak menikmati virginitas itu. Memang
Srintil telah dilahirkan untuk menjadi ronggeng, perempuan milik semua laki-laki (RDP-CBE, hal.
38-39).
Secara kontekstual, kebanyakan orang Jawa juga suku lain yang permisif terhadap transaksi
seks dan keperawanan (juga keperjakaan) bagi kalangan artis atau selebritis.
3. Keperawanan karena tidak dimaknai sebagai sesuatu yang sakral dan hanya boleh diberikan
kepada suami yang sah, maka sebagian masyarakat karena dasar cinta kepada kekasihnya secara sadar
melakukan pemberian “hadiah keperawanan” kepada orang yang dicintainya dengan pertimbangan
dari pada direnggut oleh orang yang tidak diharapkannya. Srintil memberikan keperawanannya
kepada Rasus sebagai bukti rasa cinta dan terimakasih kepadanya karena telah diberi sebuah keris Kyai
Jaran Guyang. Pertama Srintil mau memberikan keperawanan di tanah pekuburan, dekat makam Ki
Secamenggala, saat ini gagal karena Rasus yang juga sudah terangsang teringat bayangan Emaknya dan
takut kuwalat karena di tanah pekuburan, dekat makam Ki Secamenggala. (RDP-CBE, hal. 67).
Keperawanan Srintil akhirnya jadi diberikan kepada Rasus saat malam Bukak-klambu, sebelum
keperawanan Srintil dibeli oleh Dower dan Sulam sekaligus. (RDP-CBE, hal. 76). Pemberian
keperawanan Srintil secara sukarela untuk Rasus, orang yang dicintainya ia lakukan daripada
direnggut oleh Dower dan Sulam, orang yang sama sekali tidak ia kenal yang telah mau membeli
dengan harga mahal. Tentang keperawanan Srintil, Rasus mengenangnya.
Dari cara Srintil berbicara, dari caranya duduk di sampingku, dan dari sorot matanya, aku tahu
Srintil mencatat kejadian di belakang rumah Kartareja itu secara khusus dalam hatinya. Maka aku

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 7 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
terpaksa percaya akan kata-kata orang bahwa peristiwa penyerahan virginitas oleh seorang gadis
tidak akan dilupakannya sepanjang usia. Juga aku jadi percaya akan kata-kata yang pernah
didengar bahwa betapapun ronggeng adalah seorang perempuan. Dia mengharapkan seorang
kecintaan. Laki-laki yang datang tidak perlu mengeluarkan uang bila dia menjadi kecintaan sang
ronggeng. (RDP-CBE, hal. 88-89).
4. Dalam tradisi tertentu, meskipun secara sembunyi-sembunyi, hubungan seks bisa dilakukan
secara bebas oleh seseorang dengan tetangganya atau kawannya, dan jika hal ini diketahui oleh
istrinya atau suaminya dianggap sebagai kewajaran dan tidak menimbulkan pertengkaran antarsuami
atau istri. Rasus mengomentari tentang kondisi desanya.
Lain benar keadaannya dengan Dukuh Paruk di sana, seorang suami, misalnya, tidak perlu
berkelahi bila suatu saat menangkap basah istrinya sedang tidur bersama laki-laki tetangga.
Suami tersebut telah tahu cara bertindak yang lebih praktis; mendatangi istri tetangga itu dengan
menidurinya. Habis segala urusan! (RDP-CBE, hal. 85).
5. Hubungan seks dengan orang lain bahkan ada yang dijadikan sebagai alternatif penyelesaian
problem kemandulan suami karena istri tidak kunjung hamil. Perilaku demikian juga bisa diterima
oleh masyarakat dengan istilah lingga, kepanjangan dari peli tangga, artinya penis tetangga.
Tanah airku yang kecil itu hanya mengajarkan pengertian moral tanpa tetek bengek. Buktinya,
siapa anak siapa tidak pernah menjadi nilai yang kaku dan pasti, oleh karenanya tidak pernah
menimbulkan urusan. Di sana Dukuh Paruk, aku juga tahu ada obat bagi perempuan-perempuan
mandul. Obat itu bernama lingga; kependekan dua kata yang berarti penis tetangga. Dan obat itu,
demi arwah Ki Secamenggala, bukan barang tabu apalagi aneh (RDP-CBE, hal. 86).
6. Hubungan seks juga ada yang digunakan untuk pendidikan dalam rangka persiapan rumah
tangga agar si lelaki mampu menjadi suami secara utuh dalam melaksanakan tugas kesehariannya,
baik di atas ranjang maupun pekerjaan (seperti pertanian). Pendidikan seperti itu disebut dengan
Gowok. Gowok adalah seorang perempuan yang disewa oleh seorang ayah bagi anak laki-lakinya yang
sudah menginjak dewasa, dan menjelang kawin. Seorang gowok akan memberi pelajaran kepada lelaki
itu banyak hal perikehidupan berumah tangga. Dari keperluan dapur sampai bagaimana
memperlakukan istri secara baik. Misalnya, bagaimana mengajak istri kondangan dan sebagainya.
Selama menjadi gowok dia tinggal hanya berdua dengan anak laki-laki tersebut dengan dapur yang
terpisah. Masa pergowokan biasanya hanya berlangsung beberapa hari, paling lama satu minggu. Satu
hal yang tidak perlu diterangkan, tetapi perlu diketahui oleh semua orang adalah hal menyangkut
tugas inti seorang gowok, yaitu mempersiapkan seorang perjaka agar tidak mendapat malu pada
malam pengantin baru, sebuah sex education dalam arti yang sangat fulgar yang menurut Ahmad
Tohari pernah terjadi secara riil di Jawa (RDP-LKDH, hal. 201).
Ketika memutuskan menerima menjadi gowok bagi Waras maka timbul kesadaran baru bagi
Srintil. Bahwa dirinya adalah seorang perempuan dalam falsafah yang amat dalam. Perempuan
yang harus mampu berperan banyak di hadapan seorang laki-laki muda yang hampir tersingkir
dari identitas kelelakiannya, seorang perjaka yang tumbuh dalam malapetaka kejiwaan.

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 8 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
Kesadaran yang tulus yang tumbuh dari hati seorang Ronggeng sejati. Dan kesadaran itu muncul
amat besar sebagai warna suatu gerak tari yang hanya dibaca oleh jiwa yang peka terhadap
gelombang batin (RDP-LKDH, hal. 216)
Menjadi gowok adalah menjadi seniman pemangku naluri kelelakian dan menemukannya
kembali bila kelelakian itu hilang. Sebuah tradisi yang juga ditolerir pada saat ini meski tanpa ada
transaksi seperti gowok. Saat ini proses uji coba sebelum pernikahan dilakukan secara sadar oleh calon
mempelai saat masih pacaran, meskipun banyak juga yang kemudian tidak jadi pernikahannya.
7. Hubungan seks ditolerir dengan orang lain yang menyediakan untuk itu seperti ronggeng.
Ronggeng bisa dijadikan alternatif bagi para suami yang tidak mampu menahan hasrat seksual saat
istrinya sedang hamil, melahirkan dan nifas sehingga harus libur dalam waktu yang lama.
Tetapi di Dukuh Paruk sama sekali tidak ada masalah kerumahtanggaan. Tak ada seorang suami
pun yang merasa rugi oleh kecantikan Srintil. Boleh jadi karena semua orang di sana masih terikat
dalam tatanan nilai yang jadi karena semua orang di sana masih terikat dalam tatanan nilai yang
tersendiri. Sudah biasa di sana seorang istri yang sedang hamil tua atau baru melahirkan
menyuruh suaminya meminta jasa kepada Srintil. Nasihat dukun bayi kepada para suami juga
bernada sama. “Awas, jangan dulu menjamah istrimu sebelum seratus hari. Mintalah kepada
Srintil bila tidak bisa menahan diri.” Pada tahun 1964 Dukuh Paruk tetap cabul, sakit, dan bodoh
(RDP-LKDH, hal. 227).
Melakukan hubungan Seks dengan perempuan lain saat tidak mungkin dilakukan dengan istrinya
merupakan bukti sifat egoisme laki-laki dalam seks. Perempuan diharuskan “libur” sementara ia
mencari sasaran lain yang tidak sah. Menurut Ahmad Tohari, dalam kenyataan para priyayi Jawa
yang main judi, minum arak, main perempuan, dan minum candu pun kalau mampu tak jadi
masalah. Mungkin hanya mencurilah yang dianggap merusak reputasi kepriyayian Jawa. Itupun
kalau dilakukan secara bodoh dan terang-terangan. Kalau caranya halus, apalagi yang diambil
adalah uang negara, he he he… (Belantik, BLTK, hal.19).
Memperhatikan tujuh kebebasan seks dalam masyarakat Jawa tersebut, menurut pandangan Erich
From ini merupakan pelarian seseorang dari problem keterpisahan dan ketakbersatuannya dengan
alam. Manusia menghadapi problem hidup setelah mendapatkan kesadaran tentang keterpisahan dan
eksistensi ketakbersatuan (disunited existence) dengan alam menjadi penjara yang mengerikan bagi
manusia. Manusia selalu amat cemas karena keterpisahan ini. Ia terus berusaha untuk membebaskan
diri dari penjara mengerikan ini dengan mencari pertautan diri dengan orang lain dan dunia luar.
Problem keterpisahan ini di antaranya diselesaikan dengan cara menenggelamkan diri dalam situasi
orgiastik di antaranya berupa pengalaman seksual, dengan orgasme seksual dapat merasakan kepuasan
menyatu yang hampir sama dengan trance dan obat bius. Ritus pesta seksual secara kelompok
merupakan bagian dari ritus sebagian suku-suku primitif. Pengalaman orgiastik ini membuat manusia
mampu bertahan dari derita keterpisahannya, dan untuk menjaga stamina pengalaman ini harus
diulang.
18
Sebagian individu biasanya berusaha mengatasi problem-problem keterpisahan dengan
menggunakan bantuan alkohol dan obat bius. Penyelesaian ini pemakainya sulit untuk lepas dari

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 9 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
perasaan bersalah dan penyesalan dan akan berusaha untuk meningkatkan frekuensi dan dosis pada
waktu berikutnya. Penyelesaian lewat hubungan seksual (di luar pernikahan) memiliki efek yang
hampir sama dengan pemakaian obat-obat bius atau minuman keras. Penyelesaian model ini hanya
akan menambah rasa keterpisahan karena tindakan yang tidak didasari oleh cinta takkan pernah bisa
menghubungkan jiwa suatu pasangan dan hanya bertahan dalam sementara waktu.
19

Gelora seksual Srintil dan keberaniannya mengajak Rasus untuk melakukan hubungan seksual
seiring dengan pendapat Erich Fromm bahwa keinginan seksuallah yang merupakan manifestasi dari
kebutuhan dari cinta dan kesatuan, berbeda dengan pandangan Freud yang mengatakan bahwa cinta
adalah ekspresi –atau sublimasi– dari naluri seksual. Karena cinta, Srintil ingin memberikan
keperawanannya tanpa imbal-balik materi kepada Rasus.
20

Petualangan orang semacam Bambung dalam pemuasan seksual, mungkin sesuai dengan
pendapat Freud yang menganggap bahwa naluri seksual merupakan akibat dari ketergantungan yang
terjadi dalam tubuh manusia, di mana ketegangan itu selalu mencari jalan keluar. Sejalan dengan
materialisme psikologinya, Freud menyamakan pemenuhan dan kepuasan seksualitas seseorang sama
dengan kesembuhan penyakit gatal. Konsekuensi pandangan Freud ini, masturbasi lebih tepat untuk
pemenuhan kebutuhan seksual ini, bukan berhubungan seksual dengan perempuan.
21
Hubungan seks
antar jenis kelamin lebih didorong oleh kebutuhan untuk memperoleh kesatuan dengan lawan jenis.
Kehidupan ini berpasang-pasangan saling menyempurnakan. Langit membutuhkan uap air dari
bumi untuk membentuk mendung yang akan menurunkan hujan dan menyuburkan bumi. Kelelakian
menguat dan menjadi sempurna karena ada keperempuanan. Keperempuanan memperoleh
eksistensinya karena ada kelelakian.
Bahwa dalam ketelanjangannya, laki-laki umumnya adalah manusia biasa dengan naluri kambing
jantan, dengan naluri bayi yang merengek, dengan kebelingsatannya yang kadang cuma sebagai
pelampiasan rasa tak percaya diri. Ingin disebut kuasa hanya karena rasa kurang yakin akan guna
keberadaannya (RDP-JB, hal. 315).
Seiring dengan pemahaman Jawa, menurut Sigmund Freud, dalam Teori Naluri dikatakan; kaum
laki-laki hanya menginginkan seks, nafsu seks muncul dalam diri individu, dan dia selanjutnya
berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Yang penting di sini adalah seks, dan bukan individu
yang memberikannya.
22
Hasrat berjimak laki-laki banyak berkaitan dengan fisiologisnya karena laki-
laki akan menimbun sperma ketika ada gejolak sehingga menuntut untuk memenuhi atau
menyalurkannya dengan segera. Sementara itu, hasrat berjimak perempuan lebih banyak bersumber
pada psikisnya untuk memperoleh kehangatan dan cumbu-rayu dari orang yang dicintainya. Secara
fisik tidak ada yang tertimbun sehingga tidak membutuhkan dengan segera untuk terpenuhi
hasratnya.
23

Penyelewengan terhadap hubungan seksual ini banyak terjadi bahkan ada literatur tentang wisata
seks. Perbedaan yang jelas dapat dibuat antara wisata seks (sex tourism), dan seks dalam wisata (seks in

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 10 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
tourism). Wisata seks berhubungan dengan perjalanan ke suatu tempat dengan tujuan melakukan seks,
biasanya dengan orang yang lebih muda, lebih miskin dari dirinya.
24

Kearifan Lokal dalam Budaya Jawa
Kebudayaan merupakan unsur pengorganisasian antara individu dan membentuknya menjadi
satu kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi manusia di dalam lingkungan hidupnya.
Kebudayaan memiliki ciri, yaitu penyesuaian manusia kepada lingkungan hidupnya dalam rangka
untuk mempertahankan hidupnya sesuai dengan kondisi yang menurut pengalaman atau tradisinya
merupakan yang terbaik.
25
Kebudayaan juga dimaknai sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia
dalam satu komunitas dalam rangka adaptasi diri individu dan kelompoknya agar tetap survive dan
memiliki kualitas terbaik sesuai dengan pandangan hidup dan pengalamannya. Kebudayaan berarti
terkait dengan kemunitas dan identitas sosial seperti Sunda, Batak, Bali, dan Jawa. Secara sosiologis
kebudayaan akan berdialog dengan individu dan kelompok sosial, di mana individu akan memberi
kontribusi terhadap perkembangan kebudayaan sebagaima orang lain secara individual maupun
kelompok selalu memberikan saham untuk pengembangan dan perubahan terhadap budayanya.
26

Kebudayaan Jawa berakar di Kraton dan berkembang di Yogyakarta dan Solo. Peradaban ini
mempunyai suatu sejarah kesusasteraan yang telah ada sejak empat abad yang lalu, dan memiliki
kesenian yang maju berupa tari-tarian dan seni suara kraton, serta yang ditandai oleh suatu kehidupan
keagamaan yang sangat sinkretistik, campuran dari unsur-unsur agama Hindu, Budha, dan Islam. Hal
ini terutama terjadi di kota Kraton Solo, di mana berkembang berpuluh-puluh gerakan keagamaan
kontemporer, yang disebut gerakan kebatinan. Daerah istana-istana Jawa ini sering disebut
Negarigung.
27
Sementara itu, orang Jawa yang tinggal di luar pulau Jawa disebut sebagai suatu
subvariasi dari kebudayaan Jawa yang berbeda. Akulturasi budaya Jawa dengan kebudayaan asing
akan memunculkan kebudayaan baru yang merupakan bagian dari varian budaya Jawa.
Heterogenitas budaya Jawa merupakan keniscayaan sejarah dan berlaku untuk kebudayaan
apapun di dunia ini. Varian-viarian budaya sebagai konsekuensi dari akulturasi budaya ini semakin
agresif bersamaan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang mampu
membentuk “desa buwana” yang menunjukkan semakin tipis batas budaya suatu bangsa dengan
bangsa lain.
Terkait dengan kearifan lokal (local wisdom), masyarakat Jawa mengenal beberapa kata kunci di
antaranya adalah Ngana ya ngana neng aja ngana, “meski begitu, tapi yang jangan seperti itu”,
demikian ungkapan orang Jawa. Ungkapan ini biasanya disampaikan saat terjadi sesuatu yang
dianggap tidak sesuai dengan tatakrama. Wong kok orang duwe perasaan, demikian kata singkat yang
sering diucapkan oleh orang Jawa, terhadap orang yang tidak punya tepa salira, tidak punya
pengertian tentang bagaimana menempatkan diri secara bijak. Orang yang suka nggugu sak karepe
dewe, orang suka semaunya sendiri.

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 11 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
“Rasa” sangat diperhatikan di Jawa dalam rangka menciptakan harmonitas sosial. Masyarakat
Jawa yang berperasaan halus, berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain, membantu
orang lain sebanyak mungkin, membagi rizki dengan para tetangga, berusaha mengerti perasaan
orang lain, dan kemampuan seseorang untuk dapat menghayati perasaan orang lain (tepasalira). Oleh
sebab itu, anak-anak selalu diajarkan untuk berusaha untuk mendekati sifat-sifat itu.
28

Orang yang memiliki perasaan akan mengerti tentang unggah-ungguh atau tatakrama pergaulan
yang pada intinya adalah memberikan rasa hormat kepada orangtua. Tua dalam pemaknaan yang luas
seperti tua umur, pangkat-derajat, kekayaan (kaya), dan ilmu (cendekiawan dan ulama). Nilai-nilai
budaya Jawa yang menentukan tingkah-laku orang Jawa dalam hubungan sosialnya, bagi Hildred
Geertz memilih pengertian “hormat” sebagai titik-temu antara berbagai perasaan individu Jawa yang
timbul bila ia berhadapan dengan orang lain. “...have complex meaning which only slightly overlap
with the Amirican nation of respect” (Hildred Geertz 1961:110). Pengertian aji (hormat) dan ngajeni
(menghormati) dalam bahasa Jawa mempunyai makna yang sama dengan pengertian hormat dalam
bahasa Inggris respect karena mengenai perasaan bahwa orang yang bersangkutan adalah lebih tinggi
derajatnya, mempunyai kewibawaan, dan memang seharusnya dikagumi dan dihormati.
29
Unggah
ungguh dan penghormatan ini merupakan unsur kebudayaan Jawa.
Jika orang Jawa memahami budayanya, maka akan tercipta sikap positif di antaranya aja dumeh,
jangan sombong dan merasa lebih dari yang lain sehingga bersikap sewenang-wenang. Ia menjadi
seorang yang santun, andap asor (rendah hati), tidak aji mumpung (memanfaatkan posisi untuk
kepentingan pribadi atau kelompok). Bagi orang Jawa segala sesuatu dipikirkan dengan baik, tidak
tergesa-gesa dan tidak menempuh jalan pintas, ora grusa-grusu lan nggege mongso. Kontrol sosial
tetap dilakukan dengan bingkai mikul duwur mendem jero, melakukan kritik dan pendampingan
dengan tetap menjaga kehormatan orang atau masyarakat yang dikritik atau didampingi. Perbaikan
selalu dilakukan dengan pelan dan bertahap sehingga tujuan dapat dicapai tanpa mengorbankan
harmonitas yang dijunjung tinggi oleh orang Jawa. Menang tanpa ngasorake, mencapai cita-cita tanpa
merendahkan dan mengalahkan. Strategi pendidikan dengan pendekatan semuanya menang. Demikian
orang Jawa mengkonstruk budayanya yang diwariskan turun-temurun.
Terkait dengan pelanggaran terhadap norma hubungan seksual yang dilakukan oleh anggota DPR
dan penyanyi, dan kontraversi poligami yang dilakukan oleh dai atau kiai atau siapa pun juga terlepas
dari status sosial politik dan ekonomi. Dalam konteks budaya Jawa harus dilakukan kontrol dan amar
ma’ruf nahi mungkar, tetapi tetap menggunakan bahasa dan tatakrama Jawa yang didasarkan pada
niatan mulia dan dengan cara yang baik sehingga yang bersangkutan bisa menjadi baik atau lebih baik
tanpa harus meruntuhkan budaya dan saudaranya sendiri. Ekspos secara besar-besaran dan membabi-
buta apalagi menghakimi akan berdampak negatif dan jauh dari prinsip edukatif. Setiap keputusan
yang diambil oleh individu ada pertimbangan dan latarbelakang historisnya. Klaim dan penghakiman
emosional akan meruntuhkan kemanusiaan yang akhir-akhir ini semakin berat untuk ditegakkan.

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 12 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
Penutup
Seks bebas memiliki akar sejarah dalam budaya Jawa yang dilakukan oleh sebagian masyarakat
Jawa. Kehidupan free sex yang melanda Yogyakarta dan juga kota-kota besar lain di Jawa ditanggapi
secara dingin oleh komunitas Jawa termasuk oleh pendidikan yang berbasis keagamaan seperti
pesantren dan STAIN. Sikap permisif ini bisa disebabkan oleh budaya Jawa yang akomodatif, tepo sliro
dan semacamnya yang dimaknai pasif-statis sehingga berdampak negatif. Semestinya jargon dan
ajaran yang sudah menjadi budaya Jawa tersebut dimaknai positif dan progresif sehingga
memunculkan sikap hidup yang dinamis.
Dalam konteks bahasa, sebagai unsur budaya Jawa, bahasa Jawa termasuk rumit dan mengenal
stratifikasi sosial memuat budaya feodal model Kraton yang dapat memunculkan harmonitas sosial
semu.
30
Karena ingin menjaga harmoni, konsep amar ma’ruf nahi munkar menjadi kehilangan greget-
nya. Bahasa Jawa krama, tidak cocok untuk membuat ketegasan apalagi untuk pertengkaran. Bahasa
halus menuntut kehalusan sikap juga. Dalam kerangka menggunakan bahasa lisan dan bahasa tubuh
(body language) masyarakat Jawa mengenal istilah dupak dugang, esem mantri, senyum bupati dirasa
cukup untuk merespon sesuatu, tetapi bila lurah marah dengan menggunakan suara yang keras.
31

Struktur sosial seseorang mempengaruhi penggunaan bahasa, misalnya orang ningrat, pejabat, atau
orang berpendidikan dirasa kurang tepat jika menggunakan bahasa yang kasar dan terlalu banyak,
sedangkan orang biasa, awam, atau miskin menggunakan bahasa yang kasar dan jorok dianggap biasa
dan dimaklumi (salah kaprah).
Memperhatikan aspek kesejarahan dan bahasa Jawa, pemberantasan free sex akan menemukan
nilai kejawaannya jika dilakukan dengan pendekatan yang bijaksana, yaitu meletakkan budaya sebagai
dasar untuk mengubah dan memperbaiki sehingga tidak terkesan menggurui dan memancing konflik.
Untuk itu, diperlukan perencanaan program pembebasan dan pendidikan yang pelaksanaannya
melibatkan berbagai komponen dan menggunakan idiom-idiom Jawa yang sudah mereka kenal
adiluhung. Jika hal ini dilakukan, maka perbaikan akan diterima dan diakui. Jika dapat memecahkan
persoalan atau pertentangan kita secara seksama dan matang, nantinya tidak ada orang yang akan
merasa menang atau kalah, tinggi diri, atau rendah hati, “menang tanpo ngasorake” atau menang
tanpa sifat merendahkan.







P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 13 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
Endnote
1 Secara lengkap analisis Hamdan Daulay baca Kedaulatan Rakyat, 18 Desember 2006 hal. 1.
2 Maria Eva karena kasus skandal seksnya dengan Yahya Zaini namanya semakin ngetop. Meskipun ia
sedang didera masalah besar ia tetap melakukan aktivitas sosial. Sebagai alumni SMA Muh. 2 Sidoarjo, pemilik
nama asli Maria Ulfah ini menghadiri reuni di Aula Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Setelah itu, menghibur
pengungsi korban semburan Lumpur Lapindo Berantas Inc., dan menyantuni pengungsi dengan memberikan 50
dos mie goreng. Lebih lanjut baca Kedaulatan Rakyat, 18 Desember 2006, hal. 24. Sementara itu, terkait dengan
politik, baca Kompas, 7 Desember 2006, hal. 6 tentang “Binalitas dan Banalitas Politik”.
3 Kekerasan secara psiko-sosial dapat dirasakan dengan banyaknya opini yang ditulis dalam beberapa media
cetak dan disiarkan di beberapa TV tentang poligami sebagai bentuk kekerasan dalam keluarga dan kekerasan
psikologis yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Meskipun tulisan tersebut dapat mandiri terlepas dari kasus
Aa’ Gym, tetapi background historisnya tetap saja menyebut secara tersirat dari kasus tersebut. Sebagai contoh
adalah artikel dalam Kompas 11 Desember 2006, hal. 39, tentang “Wabah Itu Bernama Poligami”. Dalam
perspektif gender, opini yang berkembang dimaksudkan untuk menciptakan keadilan gender yang selama ini
disinyalir sering dilanggar dalam bangunan hidup keluarga poligam meskipun hal itu dilakukan oleh tokoh
publik atau ulama.
4 Kompas 7 Desember 2006, hal. 6.
5 Hariwijaya, Seks Jawa Klasik (Yogyakarta: Niagara Pustaka Sufi, 2004), hal. 78. Tentang keindahan
perempuan ini, orang Jawa membuat ungkapan untuk itu seperti rambute andan-andan, alise nanggal sepisan,
dan lain-lain.
6 Hariwijaya, Seks Jawa, hal. 37.
7 Hariwijaya, Seks Jawa, hal. 40.
8 Croock-Brauer, Quantum Love Between Eros and Libido (Yogyakarta: Baca, 2005), hal. 31.
9 Michael Reiss & J. Mark Halstead, Sex Education (Yogyakarta: Alenia Press, 2004), hal. 158-159.
10 Michael Reiss- J. Mark Halstead, Sex Education, hal. 267. Bandingkan dengan ajaran tasawuf yang
memahami jima’ atau persetubuhan terhadap perempuan itu adalah bagian dari proses ittihad atau penyatuan
dengan Tuhan.
11 Hamim Ilyas, dkk. Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-hadis “Misoginis” (Yogyakarta: PSW IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta – The Ford Foundation, 2003), hal. 227.
12 Hariwijaya, Seks Jawa,hal. 52.
13 Divana Perdana, Dugem (Yogyakarta, Diva Press, 2003), hal. 91-92.
14 Yang terpenting tidaklah terletak pada fiksi atau fakta, tetapi makna di balik keduanya. Penjelasan tentang
hal ini di antaranya artikel Bambang Sugiharto, “Fakta” Sebagai “Fiksi” Kolektif dalam Kompas, 7 Oktober 2006,
hal. 38.
15 Selanjutnya disebut RDP-CBE untuk Catatan Buat Emak, RDP-LKDH untuk Lintang Kemukus Dini Hari,
dan RDK-JB untuk Jantera Bianglala.
16 Pernyataan ini dapat ditemukan dalam “Pengantar Penerbit” dalam Ahmad Tohari, Berhala Kontemporer:
Renungan Lepas Seputar Agama, Kemanusiaan, dan Budaya Masyarakat Urban, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996),
hal. V. Pendapat Ridho ini merupakan apresiasi sastra dalam perspektif religius meskipun tidak disebutkan dalam
penjelasan tersebut di mana sisi dakwah yang dimaksud oleh Ridho.
17 Wawancara pada 7 Oktober 2006.

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 14 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
18 Erich Fromm, The Art of Love (Gaya Seni Bercinta) Ed. A. Setiono Mangoenprasodjo, Dyatmika Wulan
Merwati (Yogyakarta: Pradipta Publishing, 2004), hal. 19.
19 Erich Fromm, The Art, hal. 21.
20 Erich Fromm, The Art, hal. 63.
21 Erich Fromm, The Art, hal. 64.
22 Croock-Brauer, Quantum Love, hal. 55.
23 Hamim Ilyas, dkk. Perempuan Tertindas?, hal. 231.
24 Michael Reiss & J. Mark Halstead, Sex Education, hal. 145.
25 Astri S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial (Bandung: Bina Cipta, 1979), hal. 147-148.
26 Tentang struktur hubungan kelompok satu dengan yang lain atau individu dengan kelompoknya terkait
dengan perubahan kebudayaan di antaranya baca, Astri S. Susanto, Pengantar Sosiologi, hal. 12-13.
27 Koentjaraningrat, Kebudayaan, hal. 25.
28 Koentjaraningrat, Kebudayaan, hal. 123.
29 Koentjaraningrat, Kebudayaan, hal. 251. Dalam konteks Islam penghormatan juga dilakukan oleh Muslim
Jawa terhadap Jenazah, Nabi, Sahabat, dan keluarganya. Tentang hal ini baca, Muhyiddin Abdusshomad, Fiqh
Tradisionalis, hal. 202-234 dan 263-310.
30 Harmonitas semu terjadi karena ada unsur pemaksaan dari patron kepada kliennya sebab struktur
kepemimpinan yang feodal, tentang wangsit kepemimpinan dan lainnya, Muchtar Lubis, “Harmonitas Sosial yang
Bagaimana? “ dalam Majalah Pesantren No. 4/ Vol. V/ 1988, hal. 36.
31 Thomas Wiyasa Bratawijaya, Mengungkap, hal. 77.

Daftar Pustaka
Abdusshomad, Muhyyidin. 2005. Fiqh Tradisionalis: Jawaban Pelbagai Persoalan Keagamaan Sehari-hari.
Malang: Pustaka al-Bayan- Nurul-Islam- Kalista.
Bratawijaya, Thomas Wiyasa. 1997. Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa. Jakarta: Pradnya Paramita.
Chodjim, Achmad. 2004. Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga. Jakarta: PT Serambi Ilmu Selekta.
Croock-Brauer. 2005. Quantum Love Between Eros and Libido. Yogyakarta: Baca.
Fromm, Erich. 2004. The Art of Love (Gaya Seni Bercinta). Ed. A. Setiono Mangoenprasodjo & Dyatmika
Wulan Merwati. Yogyakarta: Pradipta Publishing.
Hariwijaya. 2004. Seks Jawa Klasik. Yogyakarta: Niagara Pustaka Sufi.
Ilyas, Hamim, dkk. 2003. Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-hadis “Misoginis”. Yogyakarta: PSW IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta – The Ford Foundation.
Kedaulatan Rakyat, 18 Desember 2006.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Kompas, 7 Desember 2006.
Kompas, 7 Oktober 2006.

P3M STAIN Purwokerto | Moh. Roqib 15 Ibda` | Vol. 5 | No. 1 | Jan-Jun 2007 | 106-127
Kompas, 11 Desember 2006.
Lubis, Muchtar. 1988. “Harmonitas Sosial yang Bagaimana?”, dalam Majalah Pesantren No. 4/ Vol. V/
1988.
Perdana, Divana. 2003. Dugem. Yogyakarta: Diva Press.
Purwadi dan Djoko Dwiyanto. 2006. Filsafat Jawa: Ajaran Hidup yang Berdasarkan Nilai Kebijakan
Tradisional. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Qomar, Mujamil. 2002. NU Liberal: dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke Universalisme Islam. Bandung:
Mizan.
Reiss, Michael & J. Mark Halstead. 2004. Sex Education. Yogyakarta: Alenia Press.
Susanto, Astri S. 1979. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung: Bina Cipta.
Tohari, Ahmad. 1996. Berhala Kontemporer: Renungan Lepas Seputar Agama, Kemanusiaan, dan Budaya
Masyarakat Urban. Surabaya: Risalah Gusti.
___________. 2001. Belantik: Bekisar Merah II. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
___________. 2004. Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KEARIFAN LOKAL DAN STRATEGI BUDAYA

KEARIFAN LOKAL DAN STRATEGI BUDAYA
Bambang Sadono, Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah

Bung Karno (BK) merumuskan dengan sistematis strategi pembangunan sumber daya manusia. Dengan konsep Trisakti, dasar dan target pembangunan (baca: revolusi) ditetapkan, yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Dari mana memulainya ?
Konsep BK ini menarik jika dikaitkan dengan Sibernetika Talcott Parsons—teori tentang interaksi antara kebudayaan, sosial dan politik, dalam perubahan masyarakat. Perubahan sosial (revolusi, pembangunan, reformasi, restorasi) dipandu oleh teori nilai dan teori energi (power). Parson merumuskan secara berurutan jika dilihat dari teori power mulai dari subsistem ekonomi, politik, sosial dan budaya. Jika dibalik dari teori nilai, berurutan mulai sub sistem budaya, sosial, politik dan ekonomi.
Sibernetika Parsons ini memudahkan untuk memahami sistem budaya dan dampaknya pada sistem ekonomi dan politik suatu bangsa. Amerika Serikat yang mengembangkan budaya liberalisme—menjunjung tinggi kebebasan dan hak asasi manusia—diterjemahkan dalam politiknya sebagai demokrasi, trias politika dan dijaga dengan rule of law. Sistem ekonominya bersifat kapitalistik, ekonomi pasar dan free competition.
Bagaimana dengan Indonesia? Berhasilkah kita merumuskan strategi budaya—kristalisasi nilai yang akan membentuk subsistem politik dan ekonomi. Apakah Pancasila, solidaritas atau gotong royong, religiusitas, sudah bisa diterjemahkan dalam cara kita berpolitik, misalnya dalam berdemokrasi dan bernegara hukum? Di bidang ekonomi, bisakah berdikari diterjemahkan dalam kemandirian, swasembada dan cinta produksi dalam negeri? Mochtar Lubis melukiskan dalam satu kalimat, wajah lama tak karuan di kaca, sedang wajah baru belum jua jelas.
Transformasi budaya
Jika menggunakan basis identifikasi Mochtar Lubis—misalnya budaya feodal—wajar saja jika kemudian di dunia politik muncul gaya yang otoritarian (Soekarno maupun Soeharto). Koentjaraningrat menyebut, mentalitas tidak mengutamakan mutu, tidak hemat, suka menerabas, tidak percaya diri, kurang disiplin, dan kurang bertanggung jawab. Dari karakter yang tidak menghargai proses—ingin cepat menerabas ke hasil—akan menghasilkan ekonomi yang tidak efisien dan berbiaya tinggi. Akibatnya daya saing rendah dan tergantung pada produk impor
Melihat persoalan transformasi budaya ini, maka harus dilakukan identifikasi nilai-nilai budaya yang positif dan signifikan dengan cita-cita bangsa. Sambil mengurangi karakter yang negatif, harus terus dirancang dan diperkuat nilai-nilai yang signifikan pada proses mencapai tujuan, apakah dengan istilah revolusi, pembangunan, reformasi atau restorasi.
Transformasi budaya menjadi keniscayaan karena peradaban yang berjalan cepat. Menurut Alvin Toffler, gelombang budaya pertama yang disebut sebagai gelombang pertanian berlangsung antara 8.000 tahun sebelum masehi hingga sekitar tahun 1.700 setelah masehi, selama ribuan tahun. Gelombang kedua, budaya industri, sampai pertengahan abad 20, sekitar 300 tahun. Gelombang ketiga, budaya teknologi tinggi, komputer, chip, satelit dan sebagainya diduga akan berlangsung lebih singkat.
Budaya Jawa
Budaya Jawa sangat potensial untuk menjadi jangkar dalam membangun budaya nasional. Bukan saja karena merupakan komunitas terbesar di Indonesia, tetapi akar dan aset kebudayaannya memang cukup kaya dan sebagian masih hidup di tengah masyarakat. Kritik sebagai budaya yang feodalistis, yang lamban, bisa saja diterima sebagai nilai-nilai yang harus diperbarui.
Tetapi ajaran-ajaran mengenai filsafat, etika, kepemimpinan, budaya Jawa tergolong kaya. Psikologi Jawa misalnya, telah dikembangkan oleh Ki Ageng Suryomentaraman. Ajaran budi pekerti dan kepemimpinan, masih hidup dalam buku-buku seperti Wulangreh tulisan Pakubuwono IV, atau Wedhatama tulisan Sri Mangkunegoro IV. Ajaran kepemimpinan Hastha Brata diadopsi sebagai kepemimpinan ABRI.
Ajaran kearifan, seperti keluwesan bergaul (manjing ajur-ajer), sikap sederhana (nrima ing pandum), tidak ambisius (semeleh) adalah ajaran yang memudahkan orang Jawa dalam menempatkan diri dalam komunitas nasional yang lebih luas. Budaya pada akhirnya akan memengaruhi kehidupan sosial, politik dan ekonomi seperti Teori Parsons.
Mengembangkan kebudayaan tak cukup hanya mengurus bahasa dan kesenian, jika budaya yang bersangkutan benar-benar ingin jadi rujukan nilai bagi sistem sosial, politik, maupun ekonomi. Termasuk dalam kasus budaya Jawa. Kalau ideologi, filsafat, bisa dimasukkan dalam sistem religi, maka masih banyak kekayaan Jawa yang bisa dibongkar dan dimanfaatkan.
Belum lagi soal ajaran moral, kepemimpinan, manajemen, kesenian dan sebagainya. Wayang dan batik, sebagai salah satu bentuk budaya Jawa bahkan sudah diakui sebagai aset dunia. Sarananya adalah pendidikan, termasuk penelitian dan media baik cetak, elektronik, cyber, dan sebagainya.
Kearifan lokal adalah strategi budaya. China bisa mengandalkan kedokteran dan obat-obat tradisionalnya. Bagaimana dengan jamu kita? Italia, China, Jepang, dan Thailand, kulinernya menguasai citarasa dunia. Bagaimana dengan gudeg, rawon, pecel, bisakah jadi menu internasional? Karate Jepang, Kungfu China bisa jadi diplomasi olah raga di mana-mana, bagaimana dengan pencak silat kita?

Sumber: http://www.solopos.com/2010/kolom/kearifan-lokal-strategi-budaya-21129

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BAGI PARA PENGHAFAL DAN MURAJAAH

BAGI PARA PENGHAFAL DAN MURAJAAH

Bagi para penghafal Al Quran yang pemula, menambah hafalan mempunyai kesulitan tersendiri. Tetapi seiring dengan waktu kesulitan ini akan terlampaui. Ketika itu kesulitan lain timbul yaitu mengulang hafalan (murajaah). Pada saat hafalan makin bertambah banyak, murajaah juga semakin berat.
Untuk surat-surat yang agak panjang (50 ayat) dan yang panjang (diatas 100 ayat), biasanya kita sangat hafal separuh awal dari surat tersebut. Untuk separuh terakhir sulit bagi kita untuk mengingatnya. Ini akan ditandai dengan “macet” ketika saat memurajaah. Mengapa hal ini terjadi? Hal ini disebabkan kita selalu menghafal/murajaah dari awal surat (ayat 1). Ketika selesai menghafalkan sebuah surat, ayat-ayat awal itulah yang lebih sering dilafadzkan dibandingkan dengan ayat-ayat yang akhir. Sehingga otak kita lebih hafal ayat-ayat awal. Itulah sebabnya kita sangat hafal ayat-ayat awal surat dan sering lupa pada ayat-ayat akhir surat.
Kesulitan kedua adalah ketika kita „macet“ sulit bagi kita untuk mengetahui ayat selanjutnya. Ayat-ayat setelah „ayat macet“ menjadi gelap. Ini dikarenakan kita menghafal secara sekuensial/berurutan, sehingga satu ayat selalu diingat setelah ayat sebelumnya. Sehingga kalau ayat “sebelumnya” macet maka ayat selanjutnya menjadi hilang juga. Dalm hal ini tidak ada cara lain untuk mengingatnya selain membuka mushaf Al Qur’an.
Lalu bagaimana cara efektif untuk menanggulangi masalah tersebut?
Kuncinya adalah ketika proses menghafal sebuah surat dilakukan. Hafalkan surat dengan cara memotongnya menjadi 10 ayat 10 ayat. Di dalam tiap sepuluh ayat potong-potong lagi menjadi 5 ayat-5 ayat.
Misalnya kita menghafal surat An Naba yang didalamnya ada 40 ayat. Caranya adalah sebagai berikut :
1. Hafalkan ayat 1 sampai lancar. Lakukan sampai ayat 5.
2. Kemudian hafalkan secara berurut ayat 1 sampai dengan ayat 5. Ikatlah ayat 1 sampai ayat 5 dengan mengulang-ulangnya bersama-sama sampai lancar. Gerak-gerakkan jari-jari tangan anda sesuai dengan ayat yang sedang di hafal. Bila menghafal ayat 1 gerakkan ibu jari, ayat 2 gerakkan jari telunjuk, ayat 3 gerakkan jari tengah, ayat 4 gerakkan jari manis dan ayat 5 gerakkan jari kelingking.
3. Kemudian hafalkan ayat 6 sampai 10 sambil menggerak-gerakkan jari-jari tangan kiri sama seperti yang dilakukan oleh tangan kanan. Ulang-ulang ayat 6 sampai 10 sampai lancar. Kegiatan ini mengikat ayat 6 sampai dengan ayat 10
4. Sekarang mengulang menghafal ayat 1 sampai 10 dengan sambil menggerak-gerakkan jari sesuai dengan nomor ayat yang dilafazkan. Lakukan sampai lancar. Hal ini mengikat ayat 1 sampai 10.
5. Lakukan langkah diatas untuk ayat 11-20, ayat 21-30 dan ayat 31-40.
6. Terakhir gabungkan semua ayat (ayat 1 sampai 40) dalam surat tsb. Ulang-ulang sampai lancar
Kemudian bagaimana anda murajaah sebuah surat bila kita telah menghafal secara konvensional? Bila surat tersebut ayat-ayatnya pendek maka kelompokkan menjadi 10 ayat-10 ayat. Hafalkan per 10 ayat. Bila suratnya berayat yang panjang-panjang seperti Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa dll, maka pecah 10 ayat menjadi 5 ayat-ayat.
Manfaat dari menghafal dengan sistem potongan ini adalah:
1. Ketika murajaah kita tidak selalu harus memulai dari awal surat – ayat1- sehingga untuk surat yang panjang murajaah dapat dilakukan sepotong-sepotong di dalam shalat kita. Misalnya: untuk setiap rakaat shalat kita membaca 10 ayat. Maka ketika shubuh kita sudah dapat murajaah sampai 40 ayat (sunnat shubuh 2 rakaat dan shubuh 2 rakaat). Ini cukup bagus untuk surat An Naba yang 40 ayat. Atau untuk surat yang panjang seperti Al Baqarah, bila dilakukan 10 ayat untuk setiap rakaat shalat, maka selesai shalat isya kita sudah murajaah 100 ayat! Bila ditambah dengan shalat2 sunnah rawatib maka kita bisa murajaah 200 ayat dalam sehari. Dan bila ditambahkan dengan shalat dhuha dan tahajjud kita bisa mnyelesaikan 286 ayat Al Baqarah dalam shalat yang dilakukan sehari semalam!
2. Kita tidak merasa susah murajaah karena seakan-akan kita sedang menghafal surat-surat yang pendek saja. Secara psikologis kita merasa lebih ringan. Dan di dalam memurajaah surat yang panjang kita mempunyai
3. Menguatkan secara merata ayat-ayat di seluruh surat. Bukan hanya ayat-ayat awal surat saja. Ketika memurajaah surat-surat yang panjang dan kemudian terputus oleh kondisi eksternal – tamu datang, telfon berdering, anak menangis, masakan gosong dll- kita masih tetap bisa melanjutkan ayat selanjutnya setelah kondisi eksternal tertangani. Tanpa harus mengulangi dari awal surat. Dengan metoda menghafal konvensional maka kita kita harus selalu mengulangi mulai dari awal surat lagi. Kondisi-kondisi seperti ini akan menguatkan hafalan ayat-ayat awal dan menurunkan kualitas hafalan ayat-ayat akhir.
4. Hafal nomot ayat tanpa kita sadari. Ini adalah bonus yang sangat bermanfaat untuk kita
5. Mengatasi kasus „ayat macet“. Bila macet di satu ayat biasanya akan berhenti memurajaah surat tersebut karena ayat-ayat yang selanjutnya sangat bergantung pada ayat yang macet/lupa. Tetapi dengan sistem ‚potong surat’ ini kita masih tetap bisa terus memurajaah ayat-ayat setelah ayat macet ini. Mengapa ? Karena dalam menghafal sistem ini setiap ayat independen diletakkan dalam memori otak kita. Sebuah ayat tidak hanya dikaitkan dengan ayat yang sebelumnya –seperti dalam sistem menghafal konvensional- tapi juga dikaitkan dengan nomornya (yang diingat secara tidak sadar dengan menggerak-gerakkan jari tangan ketika menghafal). Ketika memori yang terkait dengan ayat sebelum terlupakan maka ada „ pengait“ yang lain yaitu nomor surat. Percaya atau tidak? Anda tinggal mencoba sistem ini dan merasakan hasilnya!
Melakukan metoda ini tak sesulit membaca baris-baris di atas. Bila anda melakukannya ini adalah hal yang sangat simpel. Metoda ini menjadikan kita santai dan tidak stres dalam memurajaah. Karena kita mempunyai „petunjuk/milestones“ dalam surat-surat hafalan kita yaitu ayat 1, 11, 21, 31, 41 dst. Kita akan memurajaah „ayat-ayat pendek“, yaitu 10 ayat saja. Cobalah anda praktekkan dan anda akan terkejut dengan hasilnya.
Selamat bermurajaah!
Ummu Alya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MENGGAPAI KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHERAT

MENGGAPAI KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHERAT

Dzikir merupakan unsur penting untuk menggapai kebahagiaan dan ketenangan hati sebagai firman Allah SWT yang artinya: Ingatlah! Dengan mengingat Allah SWT hati akan tenang. Dengan mengingat Allah SWT maka Allah SWT juga akan selalu bersama kita dengan demikian pertolongan dan rahmat Allah SWT juga akan selalu tercurahkan kepada kita. Bulan suci Ramadhan ini merupakan kesempatan bagi kita untuk meningkatkan volume dzikir kita kepada Allah SWT untuk kita teruskan nantinya diluar bulan Ramadhan. Dengan memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan dan memperbanyak mengingat Allah SWT kita gapai kebahagiaan di dunia dan akherat.
KEBAHAGIAAN DUNIA AKHERAT
Setiap manusia menginginkan kesempurnaan dan kebahagian dalam segala aspek kehidupannya, baik secara lahir maupun secara batin. Secara lahir semua manusia menginginkan kesempurnaan dalam penciptaannya, tidak heran kalau semakin hari semakin banyak kita jumpai berbagai sarana untuk memperbaiki manusia secara lahir seperti alat –alat kecantikan sampai lembaga-lembaga kebugaran lainnya. Secara lahir manusia ingin kaya, mudah dalam segala-galanya serta menolak untuk hidup susah. Demikian juga secara batin, semua manusia menginginkan kebahagiaan batin, mereka menginginkan kedamaian serta ketenangan jiwa dalam mengarungi hidup di dunia ini. Tidak hanya sebatas di dunia, namun semua manusia menginginkan kebahagiaan di dunia ini juga kebahagiaan di akhirat nanti. Keinginan tersebut merupakan hal yang wajar dan manusiawi serta sesuai dengan fithrah diciptakannya manusia. Bahkan Rasulullah SAW selalu membaca doأ، sebagai berikut: Rabbanaa aatinaa fiddunya hasanatan wa fil-aakhirati hasanatan (Ya tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat), dalam sebuah hadits disebutkan bahwa doأ، ini merupakan salah satu doأ، yang paling sering dibacakan oleh baginda Rasulllah SAW.
Banyak cara dan methode yang ditempuh oleh manusia untuk menggapai kebahagiaan hidupnya. Dari cara yang diajarkan oleh Allah SWT melalui para utusannya sampai cara yang mereka temukan sendiri. Secara lahir, kita menyaksikan manusia bekerja dengan berbagai pekerjaannya untuk mencapai kebahagiaan duniawi yang mereka inginkan. Secara batin, kita menyaksikan banyak manusia yang berusaha untuk mendapatkan ketenangan batinnya dengan berbagai cara pula. Sebagai seorang muslim yang telah memiliki pegangan dalam menjalani hidup di dunia ini, tentu Allah SWT sudah menyiapkan sarana tersendiri untuk membahagiakan para hambaNya.
Tidak hanya kebahagian di dunia ini, tapi lebih penting lagi adalah untuk mencapai kebahagiaan setelah kehidupan dunia ini, kehidupan yang sebenarnya yang akan dihadapi oleh setiap hambaNya yaitu kehidupan akhirat. Dalam artikel sederhana ini, penulis mengajak kepada diri penulis sendiri dan juga kepada khalayak pembaca untuk bersama-sama berusaha mencari kebahagiaan dunia akhirat melalui ajaran dan tuntunan yang telah diajarkan dalam agama kita (Islam). Beberapa point yang penulis tulis dalam artikel ini mungkin bisa membuat kita bahagia di dunia dan akherat kelak. Penulis katakan beberapa point, karena masih banyak hal-hal lain yang telah diajarkan oleh agama kita dalam rangka menggapai kebahagiaan baik di dunia ini maupun di akherat kelak. Lebih-lebih bulan suci Ramadhan ini merupakan lembaga bagi setiap muslim untuk meningkatkan kualitas iman dan pribadi untuk menuju ketaqwaan sebagaimana yang diharapkan oeh setiap muslim sebagai hasil dari ibadah puasa selama sebulan ini. Beberapa point tersebut adalah sebagai berikut: Memperbaiki keyakinan kita kepada Allah SWT atau memperbaiki iman kita kepada Allah SWT.
Di bulan suci ini hendaknya kita kembali melihat dan mengevaluasi sejauh mana keimanan kita kepada Allah SWT telah kita tanamkan dalam hati kita. Sudahkah kita betul-betul percaya kepada Allah SWT dan tidak menggantungkan kepada selainNya? Diantara bukti bahwa kita benar-benar beriman kepada Allah SWT adalah tidak adanya kesangsian atau keraguan kita kepada Allah SWT atas apa yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada kita, baik berupa kebaikan ataupun sebaliknya. Kita percaya penuh bahwa semua itu merupakan kebaikan yang diberikanNya kepada kita dan dibalik itu semua mengandung hikmah dan pelajaran. Tidak ada rasa pesimis dalam menghadapi kehidupan ini dan semuanya kita hadapi dengan penuh keoptimisan dan keyakinan kepada Allah SWT. Ciri lain adalah adanya keinginan kuat dalam diri kita untuk meneladani Rasulullah SAW dalam segala aspek kehidupan, baik kehidupan kita sendiri, keluarga maupun masyarakat kita. Karena Rasulullah SAW merupakan utusan yang dikirim oleh Allah SAW untuk menuntun seluruh manusia agar selalu berada dalam garis-garis yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Dua ciri diatas merupakan konsekuensi dari syahadatain yang telah diikrarkan oleh setiap muslim yaitu pengakuan bahwa tiada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah SWT dan dua ciri tersebut juga merupakan hakekat dari pengakuan tersebut. Di bulan suci Ramadhan ini kita berharap dan berdoa agar Allah SWT memberi kita hakekat syahadatain sehingga kita benar-benar mengimani Allah SWT dan dapat melaksanakan semua tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Meningkatkan mutu dan kualitas shalat kita.
Bulan suci Ramadhan merupakan waktu yang sangat tepat bagi kita untuk meningkatkan mutu dan kualitas shalat kita. Karena pada bulan suci ini kita dinjurkan untuk memperbanyak ibadah dan diantaranya adalah shalat. Standar shalat yang kita harapkan adalah shalatnya para sahabat dan para hamba-hamba Allah SWT yang sholeh, karena untuk mencapai shalatnya Nabi sulit bagi kita. Kita berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki shalat kita sehingga shalat tersebut tidak hanya berupa gerakan fisik tetapi memiliki bekas dan pengaruh bagi kehidupan kita. Dengan shalat yang sempurna kita mengharap bisa mendapatkan nur (cahaya) Allah SWT. Diantara kiat untuk mencapai kesempurnaan shalat adalah dengan mengetahui hakekat shalat itu sendiri.
Bagaimana kita mengetahi hakekat shalat? Hakekat shalat dapat kita capai dengan mengkaji kembali makna shalat itu sendiri dengan sungguh-sungguh. Kiat lain untuk mencapai kesempurnaan shalat adalah dengan menyempurnakan wudhu dan tidak berwudhu dengan asal-asalan. Menyempurnakan wudhu merupakan langkah awal untuk meningkatkan mutu dan kualitas shalat kita. Di bulan suci Ramadhan ini kita berharap dan berdoأ،, semoga Allah SWT memberikan kita hakekat shalat dan kita mampu untuk melaksanakan shalat dengan mutu dan kualitas yang diharapkan oleh Allah SWT.
Ilmu dan Dzikir.
idak diragukan lagi bahwa ilmu adalah salah satu faktor terpenting untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan di akherat kelak sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya: Barang siapa yang menginginkan dunia hendaklah dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan akherat maka hendaklah dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka hendaklah dengan ilmu. Perlu digarisbawahi disini, bahwa ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.
Apakah semua ilmu masuk dalam kategori ini? Itu semua kembali kepada pribadi yang memiliki ilmu tersebut. Pada hakekatnya semua ilmu bermanfaat bagi kita dan semuanya bisa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Yang terpenting adalah bagaimana kita memotivasi diri kita untuk selalu belajar dan belajar agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan bisa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.
Demikian juga halnya dengan dzikir, dzikir adalah pekerjaan hati, dzikir adalah dengan selalu mengingat Allah SWT setiap saat dan dalam semua kondisi kita. Dzikir merupakan unsur penting untuk menggapai kebahagiaan dan ketenangan hati sebagai firman Allah SWT yang artinya: Ingatlah! Dengan mengingat Allah SWT hati akan tenang. Dengan mengingat Allah SWT maka Allah SWT juga akan selalu bersama kita dengan demikian pertolongan dan rahmat Allah SWT juga akan selalu tercurahkan kepada kita.
Bulan suci Ramadhan ini merupakan kesempatan bagi kita untuk meningkatkan volume dzikir kita kepada Allah SWT untuk kita teruskan nantinya diluar bulan Ramadhan. Dengan memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan dan memperbanyak mengingat Allah SWT kita gapai kebahagiaan di dunia dan akherat. Menghormati sesama muslim. Menghormati sesama manusia apalagi sesama muslim merupakan kewajiban bagi setiap individu. Dengan adanya saling menghormati diantara muslim maka akan terjadi hubungan yang baik diantara sesama kaum muslimin dan ini merupakan langkah awal untuk menciptakan rasa damai dan aman di muka bumi.
Apabila hubungan kita sesama muslim baik dan benar, maka akan baik dan benar pula hubungan kita dengan Allah SWT, dengan demikian Allah SWT akan ridho dengan kita. Keridhoan Allah merupakan kunci kesuksesan hidup baik di dunia maupun di akherat. Di bulan suci Ramadhan ini kita berusaha untuk memperbaiki hubungan kita dengan sesama muslim dengan menghilangkan rasa dendam, iri, dengki, hasud dan permusuhan diantara ummat Islam dan kita berusaha untuk memperbaiki hubungan antar sesama kita sehingga hubungan baik dengan Allah SWT juga bisa kita raih. Memperbaiki niat. Niat merupakan pokok dari segala pekerjaan, untuk itu sebelum kita melangkah kita perlu memperbaiki niat kita agar amal dan pekerjaan kita tidak sia-sia belaka. Sudah merupakan kewajiban bagi seorang muslim untuk meniatkan semua yang ia lakukan untuk Allah SWT semata.
Dengan demikian semua pekerjaan kita akan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT dan Allah SWT akan memberinya balasan dan pahala sebagai bekal bagi kita untuk menempuh kehidupan di akherat nanti. Dengan niat yang Ikhlas untuk Allah SWT dalam segala pekerjaan berarti kita telah menginvestasikan saham untuk kebahagiaan di akherat nanti. Berdakwah. Berdakwah atau mengajak orang lain untuk berbuat baik dan beibadah kepada Allah SWT merupakan salah satu kewajiban bagi seluruh ummat Islam. Ini merupakan tugas mulia yang harus diemban bagi setiap hamba Allah SWT. Berdakwah tidak hanya dengan cara memberikan ceramah di hadapan orang banyak, banyak cara bisa kita lakukan dalam rangka berdakwah. Berdakwah bisa melalui tulisan bahkan berdakwah dapat kita lakukan dengan memberi contoh yang baik kepada orang lain dan inilah yang disebut dengan dakwah bilhal. Dakwah dan mengajak orang lain untuk berbuat baik adalah tanggung jawab setiap muslim sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.
Menjaga kebersihan hati.
Hati adalah sumber dari segala-galanya dalam hidup kita, agar kehidupan kita baik dan benar, maka kita perlu menjaga kebersihan hati kita. Jangan sampai hati kita kita kotori dengan hal-hal yang dapat merusak kehidupan kita apalagi sampai merusak kebahagiaan hidup kita di dunia ini dan di akherat nanti. Untuk menjaga kebersihan hati maka kita juga perlu untuk menjaga penglihatan, pendengaran, pikiran, ucapan kita dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Dengan menjaga hal-hal tersebut kita dapat menjaga kebersihan hati kita. Dengan hati yang besih kita gapai kebahagiaan dunia dan akherat. Di bulan suci ini mari kita bersihkan hati kita dari segala kotorannya dengan memperbanyak mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memperbanyak doأ، agar Allah SWT menganugrahkan kepada kita semua hati yang bersih dan selalu dekat denganNya. Itulah beberapa hal yang mungkin dapat kita jadikan landasan untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia ini dan juga sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan akherat nanti. Mudah-mudahan Allah SWT memberi kita kekuatan untuk bisa melaksanakannya sehingga kita bisa menjadi hambaNya yang bertaqwa.
Amiin. Walahu a'lamu bisshawab.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KONSEP BAHAGIA MENURUT ISLAM

KONSEP BAHAGIA MENURUT ISLAM

Kondisi senantiasa bahagia dalam situasi apa pun, inilah. yang senantiasa dikejar oleh manusia. Manusia ingin hidup bahagia. Hidup tenang, tenteram, damai, dan sejahtera. Sebagian orang mengejar kebahagiaan dengan bekerja keras untuk menghimpun harta. Dia menyangka bahwa pada harta yang berlimpah itu terdapat kebahagaiaan. Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta, pada kekuasaan. Beragam cara dia lakukan untuk merebut kekuasaan. Sehab menurtnya kekuasaan identik dengan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan sesrorang dapat berbuat banyak. Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan. Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan. Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan. Dan sangkaan-sangkaan lain.
Lantas apakah yang disebut"bahagia' (sa'adah/happiness)?
Selama ribuan tahun, para pemikir telah sibuk membincangkan tentang kebahagiaan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersitat kondisional. Kebahagiaan bersifat sangat temporal. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Maka. menurut pandangan ini tidak ada kebahagiaan yang abadi dalam jiwa manusia. Kebahagiaan itu sifatnya sesaat, tergantung kondisi eksternal manusia. Inilah gambaran kondisi kejiwaan masyarakat Barat sebagai: "Mereka senantiasa dalam keadaan mencari dan mengejar kebahagiaan, tanpa merasa puas dan menetap dalam suatu keadaan.
Islam menyatakan bahwa "Kesejahteraan' dan "kebahagiaan" itu bukan merujuk kepada sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani sifat basyari; dan bukan pula dia suatu keadaan hayali insan yang hanva dapat dinikmati dalam alam fikiran belaka.
Keselahteraan dan kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri akan hakikat terakhir yang mutlak yang dicari-cari itu — yakni: keyakinan akan Hak Ta'ala — dan penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah batinnya.'
Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan.

Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannva. Sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Apakah kamu tidak memahaminya?
Menurut al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai ma'rifatullah", telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali menyatakan:
"Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan nikmat, kesenangan dan kelezatannya mara rasa itu ialah menurut perasaan masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dan tubuh manusia.
Ada pun kelezatan hati ialah ma'rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia dapat herkenalan dengan seorang pajabat tinggi atau menteri; kegembiraan itu naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan yang lebih tinggi lagi misalnya raja atau presiden.
Maka tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia, sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab itu tidak ada ma'rifat yang lebih lezat daripada ma'rifatullah.
Ma'rifalullah adalah buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan. bahwa tiada Tuhan selain Allah" (Laa ilaaha illallah). Untuk itulah, untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya, dengan mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah.
Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomana alam semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri.
Disamping ayat-ayat kauniyah. Allah SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah, berupa wahyu verbal kepada utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Karena itu, dalam QS Ali Imran 18-19, disebutkan, bahwa orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang bersaksi bahwa "Tiada tuhan selain Allah", dan bersakssi bahwa "Sesungguhnya ad-Din dalam pandangan Allah SWT adalah Islam."
Inilah yang disebut ilmu yang mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan. Setiap lembaga pendidikan. khususnya lembaga pendidikan Islam. harus mampu mengantarkan sivitas akademika-nya menuju kepada tangga kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Kebahagiaan yang sejati adalah yang terkait antara dunia dan akhirat.
Kriteria inilah yang harusnya dijadikan indikator utama, apakah suatu program pendidikan (ta'dib) berhasil atau tidak. Keberhasilan pendidikan dalam Islam bukan diukur dari berapa mahalnya uang hayaran sekolah; berapa banyak yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri dan sebagainya. Tetapi apakah pendidikan itu mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab yang mengenal Tuhannya dan beribadah kepada Penciptanya.
Manusia-manusia yang berilmu seperti inilah yang hidupnya hahagia dalam keimanan dan keyakinan: yang hidupnya tidak terombang-ambing oleh keadaan. Dalam kondisi apa pun hidupnya bahagia, karena dia mengenal Allah, ridha dengan keputusanNya dan berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang diturunkan melalui utusan-Nya.
Karena itu kita paham, betapa berbahayanya paham relativisme kebenaran yang ditaburkan oleh kaum liberal. Sebab, paham ini menggerus keyakinan seseorang akan kebenaran. Keyakinan dan iman adalah harta yang sangat mahal dalam hidup. Dengan keyakinan itulah, kata Igbal, seorang Ibrahim a.s. rela menceburkan dirinya ke dalam api. Penyair besar Pakistan ini lalu bertutur hilangnya keyakinan dalam diri seseorang. lebih buruk dari suatu perbudakan.
Sebagai orang Muslim, kita tentu mendambakan hidup bahagia semacarn itu; hidup dalam keyakinan: mulai dengan mengenal Allah dan ridha, menerima keputusan-keputusan-Nva, serta ikhlas menjalankan aturan-aturan-Nya. Kita mendambakan diri kita merasa bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain, dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar ma'ruf nahi munkar.
Dalam kondisi apa pun. maka "senangkanlah hatimu!" Jangan pernah bersedih.
"Kalau engkau kaya. senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan yang sulit-sulit melalui hartamu.
"Dan jika engkau fakir miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang sering menimpa orang-orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepadamu lagi, lantaran kemiskinanmu..."
"Kalau engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacimu..."
Mudah-mudahan. Allah mengaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Amin.

Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/hikmah/1216-konsep-kebahagiaan-dalam-islam

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA
(Sebuah Kajian terhadap Masalah-Masalah Sosial yang Terjadi Dewasa ini)
Oleh: Pupu Saeful Rahmat
Staf Pengajar pada Prodi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Kuningan

Abstrak
Indonesia, sebagaimana negara berkembang lainnya memiliki permasalahan sosial yang tidak sederhana. Namun, penting untuk dipertanyakan mengapa Indonesia lebih tertinggal dari Malaysia atau Singapura, padahal Indonesia lebih awal merdeka. Padahal konon Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat baik. Tetapi mengapa kualitas sumber daya manusia Indonesia saat ini hanya berada pada peringkat ke-109 dari 174 negara di dunia. Bahkan yang paling mengerikan, Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan.
Krisis ekonomi yang dikuti dengan berbagai krisis lainnya, menyadarkan kita akan pentingnya modal sosial. Modal sosial merupakan energi kolektif masyarakat yang berupa kebersamaan, solidaritas, kerjasama, tolerasi, kepercayaan, dan tanggung jawab tiap anggota masyarakat dalam memainkan setiap peran yang diamanahkan. Bila energi kolektif hancur maka hancur pulalah keharmonisan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam masyarakat.
Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis serta masalah-masalah sosial yang dewasa ini terus berkembang membutuhkan perhatian dan kepekaan dari seluruh elemen bangsa tidak hanya dari para pakar dan pemerhati masalah sosial namun juga dunia pendidikan yang punya peran sangat strategis sebagai wahana dan “agent of change” bagi masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan di Indonesia baik melalui substansi maupun model pembelajaran. Hal ini dipandang penting untuk memberikan pembekalan dan membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian serta melatih kepekaan peserta didik dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial sosial yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.
Kata Kunci: Pendidikan, Multikultural, Masalah sosial.

1. Pendahuluan
Perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat seperti ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Di tambah lagi kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan geografis memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan sosial, konflik antar golongan, antar suku dan sebagainya.
Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kasus Ambon, Sampit, konflik antara FPI dan kelompok Achmadiyah, dan sebagainya telah menyadarkan kepada kita bahwa kalau hal ini terus dibiarkan maka sangat memungkinkan untuk terciptanya disintegrasi bangsa,
Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia terutama agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.
2. Perspektif Tentang Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multibudaya dalam Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (Kuper, 2000) dimulai sebagai gerakan reformasi pendidikan di AS selama perjuangan hak-hak kaum sipil Amerika keturunan Afrika pada tahun 1960-an dan 1970-an. Perubahan kemasyarakatan yang mendasar seperti integrasi sekolah-sekolah negeri dan peningkatan populasi imigran telah memberikan dampak yang besar atas lembaga-lembaga pendidikan. Pada saat para pendidik berjuang untuk menjelaskan tingkat kegagalan dan putus sekolah murid-murid dari etnis marginal, beberapa orang berpendapat bahwa murid-murid tersebut tidak memiliki pengetahuan budaya yang memadai untuk mencapai keberhasilan akademik.
Banks (1993) telah mendiskripsikan evolusi pendidikan multibudaya dalam empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti oleh pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan melalui reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok marginal yang lain, seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian, mulai menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam lembaga pendidikan. Fase keempat perkembangan teori, triset dan praktek, perhatian pada hubungan antar-ras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi kebanyakan ahli teoritisi, jika bukan para praktisi, dari pendidikan multibudaya. Gerakan reformasi mengupayakan transformasi proses pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua murid, apapun ras atau etnis, kecacatan, jenis kelamin, kelas sosial dan orientasi seksualnya akan menikmati kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan.
Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan ketrampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial.
Wacana multikulturalisme untuk konteks di Indonesia menemukan momentumnya ketika sistem nasional yang otoriter-militeristik tumbang seiring dengan jatuhnya rezim Soeharto. Saat itu, keadaan negara menjadi kacau balau dengan berbagai konflik antarsuku bangsa dan antar golongan, yang menimbulkan keterkejutan dan kengerian para anggota masyarakat. Kondisi yang demikian membuat berbagai pihak semakin mempertanyakan kembali sistem nasional seperti apa yang cocok bagi Indonesia yang sedang berubah, serta sistem apa yang bisa membuat masyarakat Indonesia bisa hidup damai dengan meminimalisir potensi konflik.
Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan, Multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman dengan alasan multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
3. Implementasi Dalam Dunia Pendidikan
Uraian sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita betapa paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.
Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik diskrinunasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an. Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari konseptualisasi pendidikan multikultural.
Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial.
Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka macam di negara ini.
Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara.
Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik.
Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut.
Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:
• Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
• Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
• Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
• Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.
4. Penutup
Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan Tinggi misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya melalui mata kuliah umum seperti Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa. Demikian juga pada tingkat sekolah Usia Dini dapat diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan misalnya dalam Out Bond Program, dan pada tingkat SD, SLTP maupun Sekolah menengah pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran yang lain seperti melalui kelompok diskusi, kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.
Dalam Pendidikan non formal wacana ini dapat disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik ras suku, maupun agama antar anggota masyarakat.
Tak kalah penting wacana pendidikan multikultural ini dapat diimplementasikan dalam lingkup keluarga. Di mana keluarga sebagai institusi sosial terkecil dalam masyarakat, merupakan media pembelajaran yang paling efektif dalam proses internalisasi dan transformasi nilai, serta sosialisasi terhadap anggota keluarga. Peran orangtua dalam menanamkan nilai-nilai yang lebih responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada di sekitar lingkungannya (agama, ras, golongan) terhadap anak atau anggota keluarga yang lain merupakan cara yang paling efektif dan elegan untuk mendukung terciptanya sistem sosial yang lebih berkeadilan.
5. Daftar Pustaka
Banks, J (1993), Multicultural Eeducation: Historical Development,Dimension, and Practice. Review of Research in Education.
——, (1994), An Introduction to Multicultural Education, Needham Heights, MA
Kuper, Adam & Jessica Kuper (2000), Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional.
Zubaidi (2005), Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Sumber: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/wacana-pendidikan-multikultural-di-indonesia/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pengertian Pendekatan Strategi Metode Teknik Taktik-dan Model Pembelajaran
oleh: Akhmad Sudrajat

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
Sumber:
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/)

Sumber: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/
SUMBER: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/daftar-isi-makalah-pendidikan/ (PENTING LHO)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS